Langsung ke konten utama

Nyaman Tak Harus Saling Bicara

Sejak menikah, nggak ada lagi orang yang bisa membuatku merasa nyaman lebih dari suamiku. Bahkan teman-temanku sendiri nggak lagi bisa membuatku senyaman dulu. Kok, bisa gitu ya ?

Padahal, dulu bersama teman-teman dekat aku bisa nyaman ngapain aja, bahkan bisa nyaman tanpa saling ngobrol. Tapi sekarang kok rasanya beda.

Saat bersama mereka, aku berusaha keras mencari topik obrolan. Yang sebenarnya, nggak ada lagi topik yang bisa dibahas karena sudah lama terpisah jarak. Lalu kebersamaan kami rasanya tidak semenyenangkan dulu, bahkan terasa awkward.

Justru sekarang, cuma suamiku satu-satunya orang yang membuatku merasa nyaman di dekatnya. 

Aku pernah baca sebuah tweet, isinya begini, “banyak orang bilang, “carilah pasangan yang menyenangkan ketika diajak mengobrol, karena 70% pernikahan isinya adalah saling bercerita dengan pasangan”, kalau aku mungkin sedikit berbeda. Carilah pasangan yang tetap membuatmu nyaman meskipun kalian hanya saling diam tak saling bicara”

Aku langsung ngerasa relate dengan kalimat terakhir tweet itu. Selama setahun terakhir ini, aku menghabiskan waktu hampir 24 jam setiap hari bersama suami. Dan dalam 24 jam itu, tentu kami tidak bicara sepanjang waktu. Kadang hanya membahas hal-hal menyangkut rumah tangga, seperti catatan pengeluaran bulan ini, gosipin teman-temanku, atau diskusi mau makan siang dimana hari ini. selebihnya, kami saling diam, tidak ada topik untuk dibicarakan. Tapi anehnya aku nggak ngerasa nggak nyaman. Justru kami merasa nyaman meski tak saling bicara.

Sejak tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, aku merasa tidak punya hal yang bisa diceritakan. Karena keseharianku dirumah saja, dan dia juga bekerja dirumah, kami jadi tidak punya topik pembicaraan. Tapi menurutku, hal itu nggak jadi masalah sama sekali.

Kami cukup nyaman dengan hanya duduk di ruang tengah berdua, sibuk dengan gadget masing-masing. Dia dengan game nya, aku dengan drama korea-ku. Lalu saat bosan, kami jalan-jalan keliling cari makanan. That’s it. Begitulah kehidupan pernikahan yang sebenarnya terjadi. Bukan yang bicara yang ada ‘isinya’ sepanjang waktu. Lagian, mana ada sih orang yang tiap hari ketemu dan bisa punya topik pembicaraan terus menerus ?

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 1 : Describe Your Personality

Aku bukan orang baik. Tapi, aku juga nggak jahat. Seperti layaknya manusia pada umumnya, aku adalah orang yang biasa-biasa saja. Satu hal yang aku sadari adalah aku nggak bisa fake . Kalau aku tidak menyukai seseorang, kalian langsung bisa melihat itu dengan jelas dari wajahku. Aku tidak akan tersenyum palsu di depan orang yang tidak aku senangi. Aku tidak akan pura-pura bahagia ketika sedih dan tidak akan pura-pura ceria disaat badmood . Aku suka berteman dengan siapa saja. Tapi sekali mereka menyakitiku, aku mungkin tidak bisa memaafkannya begitu saja. Jikapun bisa, kenangan buruk yang mereka buat tidak akan mudah untuk aku lupakan. Aku juga mudah menyayangi seseorang. Entah itu pasangan atau teman. Sekali aku memilih punya hubungan, aku akan menyayangi mereka dengan tulus, dan percaya apapun yang mereka katakan. Aku tidak suka berburuk sangka. Aku menganggap semua orang tulus seperti rasa tulusku kepada mereka. Maka, sekali dikhianati, aku akan merasakan sakit yang luar biasa. M...

Berpisah di Bandara

  Kami berpelukan lama sekali, sebelum akhirnya memutuskan keluar dari pintu kamar dan menuju lobby hotel. Dengan ransel dipunggung belakang dan tas kecil di bahu kiri, aku melangkah disebelahnya menuju meja resepsionis. “Checkout kak”, kataku ke mba resepsionis. Oke sebentar saya cek ya, katanya merespon kami. “oke, atas nama Bapak Surya sudah selesai, terimakasih”, katanya ramah. Kami lalu meninggalkan hotel dan menuju rumah kost aku untuk menyimpan barang-barangku, lalu makan siang, dan kemudian berangkat mengantar dia ke bandara. Itulah makan siang terakhir kami sebelum dia kembali ke Tokyo, kota tempatnya bekerja. Aku melihat mukanya lamat-lamat. Aku memperhatikannya lama sekali, menikmati detik-detik terakhir bersamanya sedekat ini. Dan ketika dia sedang asik menikmati potongan paha ayamnya, aku menitikkan air mata lagi –entah untuk kali keberapa. Aku buru-buru menghapus air mata yang jatuh itu, takut dia menyadarinya. Tahun lalu, aku juga ditinggalkan saat dia pe...

Berobat ke Dokter THT

Orang-orang yang sudah lama mengenal aku pasti tau kalau aku sering kesusahan bernafas, apalagi saat cuaca dingin. Aku biasanya mengabaikan penyakit ini karena hanya kambuh beberapa hari saja. Tapi, minggu lalu aku memutuskan untuk pergi ke Praktek dokter THT atas paksaan seseorang (read: pacarku). Dia khawatir ketika tau aku harus bernafas pakai mulut karena hidungku sedang kekurangan fungsinya. Biasanya, penyakitku hanya kambuh ketika cuaca dingin. Tapi aku baru sadar ternyata penyakit itu juga kambuh saat aku sedang merasa stres, panik dan khawatir terhadap sesuatu. Kebetulan aku sedang mengalami anxiety yang parah beberapa waktu terakhir karena sesuatu hal yang tidak bisa aku jelaskan. Semakin aku stres, semakin aku kesusahan bernafas.  Mulailah aku mencari dokter THT terbaik yang ada di Banda Aceh, kota tempat tinggalku saat ini. Pencarian di Google membawaku ke halaman website seorang dokter THT bernama Dr. Iskandar Zulkarnaen. Rame sekali yang memberi review bagus kep...