Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Selamat Ulang Tahun, Aku.

 Selamat Ulang Tahun. Makasih ya, sudah tumbuh dengan baik. Makasih sudah menyayangi dirimu lebih dari yang orang lain bisa. Makasih sudah menjauhkan diri dari orang-orang toxic yang dapat melukai hatimu tanpa cela. Terimakasih sudah menemukan seseorang yang menemanimu, lalu hari-harimu tidak lagi membosankan seperti sebelumnya. Terimakasih sudah bekerja keras dan menjadi mandiri tanpa menyusahkan siapa-siapa. Terimakasih untuk tetap tegar menghadapi semua masalah yang muncul tiba-tiba. Terimakasih sudah menahan semua rasa sakit, terimakasih sudah menjadi kuat walaupun kadang masalahnya lebih berat dari karungan baja. Terimakasih sudah merelakan hal-hal yang ingin sekali kamu miliki namun belum beruntung mendapatkannya. Terimakasih sudah tetap percaya bahwa Allah itu adil meski hidup ini tentu tidak adil bagimu. Terimakasih sudah bersedia menjadi anak yang bisa diandalkan meskipun tidak yang paling diprioristaskan. Terimakasih sudah menerima diri sendiri apa adanya, meski tidak secanti

Kenapa Aku Nggak Bersyukur ?

  Aku sering melihat jari tangan bagus dari artis, public figure maupun teman-temanku. Jari jemari cantik dan mungil adalah hal biasa bagi perempuan, namun tidak bagiku. Tanganku besar seperti laki-laki, jari-jarinya berlingkar besar. Aku bahkan harus pakai cincin dengan size yang tergolong besar. Telapak tanganku kasar, mungkin karena keseringan mengucek pakaian menggunakan detergen. Kakiku juga begitu. Jika orang melihat gambar kakiku, tidak ada yang percaya kalau ini adalah kaki seorang perempuan. Kakiku lebar seperti laki-laki, jauh dari kata cantik. Dulu aku pernah malu dan sangat insecure menunjukkan bentuk kaki dan tanganku. Jika terpaksa harus memotretnya, aku akan mencari angle yang membuat tangan dan kakiku terlihat cantik. Kenapa aku begitu? Padahal karena kaki ini aku bisa sekolah, belajar banyak ilmu. Belajar membaca. Belajar berhitung yang sekarang menjadi profesiku, guru les matematika. Dengan tangan ini aku bisa menulis, aku bisa jawab soal ujian dan dapat ranki

One Year Together. Happy Anniversary !

Untuk pertama kali setelah bertahun-tahun, aku merasakan punya hubungan yang lama dengan seseorang. Untuk setahun yang paling indah, aku mau bilang, terimakasih. Terimakasih sudah membuat aku merasa jadi perempuan yang utuh karena diperhatikan dan dipedulikan. Terimakasih sudah membuat aku percaya lagi akan kata cinta. Terimakasih telah menjadi alasan aku terbangun di pagi hari dan tertidur lelap di malamnya.  Terimakasih untuk semua waktu yang kita lalui berdua. Terimakasih sudah membuat aku merasa dekat walau kita terpisah ribuan kilometer jaraknya. Terimakasih untuk semua tawa dan untuk memastikan aku selalu bahagia setiap harinya. Terimakasih sudah mendengarkan semua cerita dan keluh kesah dariku yang nggak ada habisnya.  Aku nggak bisa mengutarakan sebanyak apa rasa terimakasihku untukmu. Tapi sekali lagi, terimakasih sudah menjadi laki-laki yang aku cintai, dan mencintaiku sama besarnya.  It's been an amazing one year with you. Happy Anniversary for us!

How to Move On

  Kadang,  it's most likely often, move on  bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Kenangan-kenangan yang muncul di galeri  handphone, instagram story archives,  dan  memories  di  facebook , semuanya seolah bekerja sama untuk membuat kamu menolak melupakannya. Bahkan, kepingan-kepingan kenangan itu masih utuh di sudut kepala, membuatmu semakin frustasi dan tidak ingin menerima kondisi sulit ini. Tidak peduli sebanyak apapun waktu berlalu, sejauh apapun dia pergi darimu, sebesar apapun usahanya untuk menjauh dari hidupmu, tidak membuatmu lantas menerima kenyataan bahwa kalian sudah berpisah. Percayalah, hal itu sungguh wajar. Tidak ada yang akan menyalahkanmu atas perasaan yang masih utuh itu. Pun, tidak ada yang akan memaksamu untuk secepat itu membunuh semua rasamu untuknya. Kamu berhak bersedih,  so take your time . Take your time to accept. Take your time to heal by accepting. Kamu boleh bersedih bertahun-tahun, tapi pastikan kamu ikhlas. Pastikan kamu sudah rela. Tidak ada gunany

Letters From Prague | Review

  Jadi, karena ngga bisa tidur semalam, I chose to watch a movie on Netflix . Ditemani nasi goreng buatan sendiri dan segelas coklat hangat, aku mulai berselancar mencari movie Indonesia di platform itu. A letter from Pague . That’s the title of movie. Aku memilih judul ini bukan tanpa alasan. Melihat covernya yang menunjukkan wajah artis kesukaanku, Julie Estelle dan Ibu Widyawati, aku menaruh harapan yang besar pada film ini. Menit pertama dibuka dengan adegan di sebuah kamar rumah sakit, seorang Ibu terlihat memakai pakaian pasien dan merebah di atas ranjang. Ada anaknya menemani sambil melihat keluar jendela. “sudah setahun Ibu nggak lihat kamu, sekarang malah muncul dan minta sertifikat rumah”, kata Ibu dengan suara berat. “Udahlah Bu. Aku kan nggak pernah minta apa-apa kan sama Ibu. Kali ini aja, aku minta tolong, pinjem sertifikat rumah” Adegan pertama sudah banyak menimbulkan tanda tanya. Aku semakin tertarik sama film ini. acting Widyawati dan Julie Estelle emang

Berobat ke Dokter THT

Orang-orang yang sudah lama mengenal aku pasti tau kalau aku sering kesusahan bernafas, apalagi saat cuaca dingin. Aku biasanya mengabaikan penyakit ini karena hanya kambuh beberapa hari saja. Tapi, minggu lalu aku memutuskan untuk pergi ke Praktek dokter THT atas paksaan seseorang (read: pacarku). Dia khawatir ketika tau aku harus bernafas pakai mulut karena hidungku sedang kekurangan fungsinya. Biasanya, penyakitku hanya kambuh ketika cuaca dingin. Tapi aku baru sadar ternyata penyakit itu juga kambuh saat aku sedang merasa stres, panik dan khawatir terhadap sesuatu. Kebetulan aku sedang mengalami anxiety yang parah beberapa waktu terakhir karena sesuatu hal yang tidak bisa aku jelaskan. Semakin aku stres, semakin aku kesusahan bernafas.  Mulailah aku mencari dokter THT terbaik yang ada di Banda Aceh, kota tempat tinggalku saat ini. Pencarian di Google membawaku ke halaman website seorang dokter THT bernama Dr. Iskandar Zulkarnaen. Rame sekali yang memberi review bagus kepada

How I am Today

When I looked back on my past, I always wondering why did I looked prettier at that time? With thinner cheeks, slimmer belly and arms, smaller thighs, no double chin, I look almost as perfect as the body goals that I have dreamed for.  Ironically, I didn't even realize how better my body was until I look at how I am today. Now I want my thin body back, I want my doulbe chin goes away, but I need to put extra effort to make it comes true.  I used to think I was less beautiful, I grew up with insecurity inside. I should to be more grateful, shouldn't I?  But now, I wanna be more content. I wanna feel more grateful. I choose to accept how I am today without regreting my past, and yet still take care of my body that I have.  And because I don't want to regret my present in the future, I choose to throw away my insecurity and look at my self with full of love.  We can be better without blaming our deficiencies. 

Nobody's Perfect

" If someone can fall asleep without making sure you got home safely or not, it means he doesn't love you", someone said via a  tweet  passing by on timeline. I just read the tweet a few days before I was on my way home from out of town with a distance of more than six hours. Before I always thought,  I have a boyfriend who always takes care of me,  so I don't have to be afraid to travel alone by public transport where I don't know anyone in it. "He's going to accompany me," I thought with all of my confidence. But what happened that night changed my perspective about him. About him that I think really cares. "Babe, I'm going to sleeping okay, be careful, let me know tomorrow if you've arrived", he said ending the conversation session on W hatsapp . Honestly, it's not the first time I've traveled alone out of town. I'm not afraid, of course. I've been used to being an independent woman for a long time bec

Why do I Think He is The One?

Kamu tau, apa yang membuatku merasa dia orang yang tepat untukku? Karena hanya dengan dialah aku merasa dianggap. Dia selalu melibatkan aku dalam setiap keputusan yang diambilnya. Dia selalu ingin berdiskusi denganku tentang semua hal. Mungkin terdengar sepele, tapi bagiku hal-hal kecil seperti itu lah yang membuatku merasa dihargai, dibutuhkan. Membuatku merasa ada. Perasaan itu tidak pernah aku rasakan bersama orang sebelum dia. Dia menghubungiku setiap hari hanya untuk bicara hal-hal yang tidak penting, tapi lucunya aku menikmati itu. Dia membuat hari-hariku menjadi lebih menyenangkan dengan segala tingkah konyolnya. Dan aku ingin terus merasakan itu. Bersamanya.  Tapi tentu manusia nggak ada yang sempurna.  Dia juga kadang melukaiku, entah disadari atau tidak. Aku juga mungkin pernah menyakitinya, entah aku sadari atau tidak.  Tapi selagi kita bisa berkompromi, apa yang perlu dikhawatirkan? Dimana kita bisa menemukan orang yang sempurna, kalau bukan kita sendiri yang membuatnya t

I feel you...

Pernah nggak kamu ngerasa punya banyak banget temen tapi kayak sendirian? Like no one can understand how do you feel . Semua pikiran berkecamuk dalam kepala, dan menjadi satu bom yang sewaktu-waktu bisa meledak.  Kamu nggak bisa cerita ke siapa-siapa karena takut dihakimi, diberi solusi yang tidak sesuai dengan cara pikirmu, atau bahkan malah akan muncul masalah baru dengan cerita-cerita itu.  Akhirnya, kamu memilih memendamnya sendirian. Mencoba mencari solusi dalam diam. Mencoba berdialog dengan diri sendiri.  Kamu ngerasa, apapun yang kamu lakukan nggak bisa mendistraksi pikiran-pikiran itu. Mencoba tidur, nggak berhasil lelap. Mencoba nonton, nggak larut dalam skenarionya. Mencoba baca buku, nggak kebayang gimana situasinya. And you wonder why the hell everything you do just can't distract that shit from your head? You know what.. I feel you. And everyone does, I guess.  Nggak ada kan, manusia yang bener-bener bebas dari masalah?  Nggak ada kan, orang-orang yang sepanjang hidup

Day 3: A Memory

  “Jadi, kapan aku bisa melihatmu lagi?”, tanyaku ketika kami berada di sebuah kedai Cheese Tea . Dua jam lagi, dia akan kembali pulang ke Sigli. “ See you when I see you ”, ucapnya. Mataku berkaca-kaca, dia menatapku dengan perasaan bersalah. “Yaudah yuk, mau kemana lagi sekarang? Aku ikutin apa aja mau kamu deh”, katanya seolah ingin menenangkan aku. Aku kemudian mengajaknya pindah dari kedai itu dan berhenti di pinggir Sungai Lamnyong. Kami menikmati senja tanpa sunset sambil duduk di rumput. “Apa yang membuat aku yakin kalau kamu bakalan pulang lagi?”, tanyaku membuka obrolan. “Ya, pasti pulang, orang tuaku disini”, jawabnya. “Maksud aku bukan itu”, kataku, sebal. Dia benar-benar menjawab pertanyaan seperti apa yang terdengar, bukan menjawab bagaimana maksud dari pertanyaan itu. “Maksudnya aku pulang ke kamu?”, tanyanya lagi. “iya”, jawabku. “Ya liat aja nanti. Selagi kamu masih jadi orang yang aku suka. Selama kamu ngga macem-macem, aku rasa kita bakal baik-baik aja”

Day 2: Things That Make Me Happy

Things That Make Me Happy I don’t mind, what makes me happy ? Sepertinya aku nggak perlu hal-hal spesifik untuk bisa senang. Seperti manusia normal lainnya, aku senang ketika aku tau harus melakukan apa ketika aku bangun di pagi hari. Kalau dulu senangnya sekolah, kuliah, sekarang senangnya kerja. Aku senang ketika bangun pagi aku tau harus kemana. Seperti juga manusia normal lainnya, aku senang ketika bisa istirahat di saat lelah, bisa makan disaat lapar, dan bisa liburan ketika sudah penat bekerja. Aku senang dengan hal-hal yang bisa aku control. Aku senang melakukan hobby -ku seperti travelling , hiking , dan menghabiskan waktu bersenang-senang dengan teman-temanku di sore hari sehabis bekerja. Aku senang menghabiskan waktu mengobrol berjam-jam lewat video call dengan pasanganku ketika malam tiba. Aku senang bercerita padanya tentang bagaimana hari yang aku lalui. Aku senang bisa pulang kampung di akhir pekan, disaat aku kangen rumah dan ponakan-ponakanku. Aku senang bisa