Langsung ke konten utama

Lihatlah, Aku Akan Wisuda Tahun Ini



            Jika saja aku tau begini akhirnya, aku tak akan menyia-nyiakan waktu satu semester yang lalu. Aku akan bergerak cepat, melupakan keinginanku untuk bersantai dan membunuh kemalasan yang hinggap setiap saat. Aku akan mencari dosen pembimbing dan referensi sebanyak – banyaknya untuk kupelajari di masa libur. Aku akan rajin membaca jurnal dan buku – buku setiap pagi dan malam hari supaya bisa menulis BAB 1 dan BAB 2 serta BAB 3 secepatnya agar aku bisa naik seminar proposal. Aku akan memakai baju putih dan jilbab putih serta rok hitam lalu berfoto dengan dosen pembimbing dan dosen penguji disebelahku. Tak lupa aku akan mengunggahnya ke instagramku dengan caption “Alhamdulillah, one step closer”. Aku akan ditonton dan diberikan semangat oleh teman – temanku. Akan banyak teman – teman mengirimkan chat untuk sekedar memberikan ucapan “selamat ya, udah sempro. Semoga cepat naik hasil”. Atau yang usil akan memberi komentar “ciee… semakin dekat ke wisuda nih. Semoga juga makin deket sama jodoh”. Dan berbagai komentar lainnya yang tentunya akan membakar semangatku untuk terus menulis skripsi. 

            Namun sayangnya, aku melupakan itu semua satu semester yang lalu. Aku melupakan betapa menyenangkannya jika aku bisa lulus tepat waktu. Betapa bahagianya bisa membuat orangtua lega sudah berhasil menguliahkan satu – satunya anak perempuannya menjadi seorang sarjana di waktu yang singkat. Betapa aku akan menjadi motivasi bagi teman – temanku agar mereka cepat lulus juga. Sayangnya, aku tidak lakukan itu. Satu semester lalu, aku dibutakan kemalasan dan ketidakpedulian. Aku pikir menulis skripsi tidak akan terlalu lama. Aku pikir satu semester saja cukup untuk menyelesaikan seminar proposal, seminar hasil, revisi, sidang lalu wisuda. Tuhan, betapa bodohnya aku waktu itu. Baru sekarang aku sadar, itu semua tidak akan terjadi dalam waktu singkat dengan kemampuan otakku yang nyaris biasa saja. Untuk memahami satu jurnal saja aku butuh waktu paling singkat satu minggu. Untuk mencari motivasi saja aku harus menunggu teman – temanku naik seminar dulu. Ditambah dengan sistem di Jurusan Matematika yang sekarang tidak sama. Jika dulu bisa mendaftar seminar kapan saja, lalu naik seminggu setelah mendaftar, sekarang malah ditentukan jadwal mendaftar, yaitu pada tanggal 8-21 setiap bulannya. Kita baru bisa naik sebulan setelah mendaftar. 

            Jika aku mulai menulis sekarang, bisa saja butuh waktu paling singkat satu bulan lagi untuk menyelesaikan tiga bab itu. Ini sudah akhir februari. Kalaupun selesai 3 bab tersebut pada akhir maret nanti, aku baru bisa daftar seminar dibulan april. Itu artinya aku baru bisa naik seminar di bulan Mei. Belum lagi hasil, belum lagi revisi, ditambah dengan kesibukanku dan tanggung jawab yang masih melekat di dewan kerja. Aku bahkan tidak yakin akan wisuda di bulan Agustus nanti. 

            Andai saja aku mulai lebih awal, aku mungkin sudah berada jauh sekarang. Bisa saja aku sudah naik seminar proposal. Atau mungkin, aku sedang mengerjakan hasil. Sekali lagi, sayangnya, itu hanya pengandaianku saja. Aku menyesal. Aku menyesal ? Iya. AKU. MENYESAL.

            Tapi, percayalah teman – temanku. Betapapun aku menyesali itu, tidak sedikitpun hal itu menyulut semangatku untuk tetap berusaha. Aku tau itu terjadi karena egoku. Itu terjadi karena kemalasanku. Itu pilihanku. Dan kini, aku siap dengan resikonya. Entahlah. Intinya, aku tetap berusaha. Tidak ada kata terlambat bagiku. Aku akan mulai menulis sekarang, dan akan aku selesaikan secepatnya. 

            Mamak, Ayah, Abang, teman – teman, lihatlah. Aku akan wisuda tahun ini. Aku akan pakai toga itu. Aku akan pegang map hitam dengan logo Unsyiah di depannya. Mamak, jangan lupa siapkan aku kebaya yang cantik. Belikan aku sepatu high heels yang mewah. Ayah, secuek apapun ayah, aku tau Ayah paling sayang dengan anak perempuan ayah satu – satunya. Ayah akan datang menghadiri undangan wisudaku, nanti. Abang, jangan lupa kasih papan bunga dengan tulisan “Selamat atas wisuda adikku, Mira Alfira S.Mat.” Kita akan berfoto lalu akan kubingkai foto itu dan aku pasang ditengah – tengah ruang tamu rumah kita. Teman – temanku, jangan lupa datang, akan ku traktir kalian semua, pakai uang orangtuaku tentunya (kalau punya duit sendiri, gak minta ke orangtua deh, hehe).

            Untuk itu, hingga saatnya tiba, doakan aku. Dengan segala keterbatasanku, aku ingin menyelesaikan skripsiku, segera.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpisah di Bandara

  Kami berpelukan lama sekali, sebelum akhirnya memutuskan keluar dari pintu kamar dan menuju lobby hotel. Dengan ransel dipunggung belakang dan tas kecil di bahu kiri, aku melangkah disebelahnya menuju meja resepsionis. “Checkout kak”, kataku ke mba resepsionis. Oke sebentar saya cek ya, katanya merespon kami. “oke, atas nama Bapak Surya sudah selesai, terimakasih”, katanya ramah. Kami lalu meninggalkan hotel dan menuju rumah kost aku untuk menyimpan barang-barangku, lalu makan siang, dan kemudian berangkat mengantar dia ke bandara. Itulah makan siang terakhir kami sebelum dia kembali ke Tokyo, kota tempatnya bekerja. Aku melihat mukanya lamat-lamat. Aku memperhatikannya lama sekali, menikmati detik-detik terakhir bersamanya sedekat ini. Dan ketika dia sedang asik menikmati potongan paha ayamnya, aku menitikkan air mata lagi –entah untuk kali keberapa. Aku buru-buru menghapus air mata yang jatuh itu, takut dia menyadarinya. Tahun lalu, aku juga ditinggalkan saat dia pertam

Nyaman Tak Harus Saling Bicara

Sejak menikah, nggak ada lagi orang yang bisa membuatku merasa nyaman lebih dari suamiku. Bahkan teman-temanku sendiri nggak lagi bisa membuatku senyaman dulu. Kok, bisa gitu ya ? Padahal, dulu bersama teman-teman dekat aku bisa nyaman ngapain aja, bahkan bisa nyaman tanpa saling ngobrol. Tapi sekarang kok rasanya beda. Saat bersama mereka, aku berusaha keras mencari topik obrolan. Yang sebenarnya, nggak ada lagi topik yang bisa dibahas karena sudah lama terpisah jarak. Lalu kebersamaan kami rasanya tidak semenyenangkan dulu, bahkan terasa awkward . Justru sekarang, cuma suamiku satu-satunya orang yang membuatku merasa nyaman di dekatnya.  Aku pernah baca sebuah tweet , isinya begini, “banyak orang bilang, “carilah pasangan yang menyenangkan ketika diajak mengobrol, karena 70% pernikahan isinya adalah saling bercerita dengan pasangan”, kalau aku mungkin sedikit berbeda. Carilah pasangan yang tetap membuatmu nyaman meskipun kalian hanya saling diam tak saling bicara” Aku langsun

Aku Berubah

Malam ini, aku ingin cerita tentang beberapa hal yang sudah berubah di diriku. Tentu saja perubahan ini terjadi setelah aku memutuskan punya hubungan dengan seseorang. Tanpa memperpanjang waktu, mari kita ulas satu persatu. 1. Sebelum bertemu denganmu, hidupku bahagia. Semenjak bertemu denganmu, ku makin bahagia. Okay, itu lirik lagu. Tapi lirik itu benar adanya. Lirik itu benar-benar terjadi di hidupku. Sebelum bertemu dia, aku bahagia dengan kesendirianku. Punya teman yang banyak tidak begitu membuatku depresi walau tidak punya pacar. Hanya saja, aku sedikit merasa kesepian karena tidak ada yang mengucapkan selamat pagi ketika aku bangun tidur, dan tidak ada yang mengucapkan selamat malam disaat ingin tidur. Sejak bertemu dengannya, aku semakin semangat bangun pagi, karena aku tau aku harus membangunkan dia juga. Melihatnya bangun tidur adalah mood booster buatku. Aku juga semakin tidak ingin tidur ketika malam hari, karena ingin terus melihat wajahnya di layar handphone saat v