Langsung ke konten utama

Teruntuk Mahasiswa Akhir



Skripsi adalah salah satu syarat untuk mahasiswa agar mendapat gelar sarjana. Untuk menulis skripsi, tentu banyak ilmu pengetahuan yang harus dimiliki mahasiswa. Menulis skripsi sama saja dengan menulis buku. Sebuah buku ditulis jika ada penulis dan ada pengetahuan. Untuk dapat pengetahuan tentu saja kita harus banyak membaca agar kemudian bisa dituangkan kedalam buku yang akan kita tulis.  Untuk itu, jangan terlalu takut tidak bisa menulis skripsi. Mulailah dengan membaca. Jika kamu merasa malas, mulai lah kebiasaan baik dengan bangun lebih pagi, berolahrga, datang ke kampus walaupun tidak ada yang akan kamu kerjakan. Karena dikampus kamu akan melihat teman – temanmu menulis skripsi. Kamu akan melihat teman – temanmu mencari jurnal, menjumpai dosen pembimbing, berlomba – lomba mendaftarkan seminar. Dengan begitu, kamu akan terinspirasi untuk menulis skripsimu, seperti teman – temanmu. 

Bagi kamu yang terlambat sadar, setelah bermain sekian lama, tak usah kamu sesali. Biarlah waktu yang lalu menjadi pelajaran untukmu. Biarlah waktu yang lalu menjadi liburan yang menyenangkan. Sekarang, tiba waktunya untuk menjadi lebih serius, hadapi satu langkah lagi untuk meraih gelar sarjana yang kau damba – dambakan. Tidak ada kata terlambat. Mulailah dari sekarang.
Jika kamu sudah memulai dan merasa tidak mampu atau topikmu terlalu susah, percayalah bahwa kau mampu jika terus berusaha untuk mengerti. Jangan merasa topik orang lain lebih mudah darimu. Mereka bisa karena mereka sudah berusaha, dan mungkin saja mereka menghabiskan waktunya hanya untuk menekuk diri didepan laptop dan kertas – kertas yang menumpuk sampai melupakan jam tidur mereka. Mereka telah berkorban untuk itu dan orang lain tidak tau itu. Satu hal yang harus terpatri diotakmu adalah, “jika orang lain bisa, mengapa kamu tidak?”. 

Teruntuk mahasiswa akhir, terus tanamkan optimis dalam jiwamu, jangan biarkan kemalasan terus menguasai diri sehingga menggagalkan semua impianmu dimasa depan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berobat ke Dokter THT

Orang-orang yang sudah lama mengenal aku pasti tau kalau aku sering kesusahan bernafas, apalagi saat cuaca dingin. Aku biasanya mengabaikan penyakit ini karena hanya kambuh beberapa hari saja. Tapi, minggu lalu aku memutuskan untuk pergi ke Praktek dokter THT atas paksaan seseorang (read: pacarku). Dia khawatir ketika tau aku harus bernafas pakai mulut karena hidungku sedang kekurangan fungsinya. Biasanya, penyakitku hanya kambuh ketika cuaca dingin. Tapi aku baru sadar ternyata penyakit itu juga kambuh saat aku sedang merasa stres, panik dan khawatir terhadap sesuatu. Kebetulan aku sedang mengalami anxiety yang parah beberapa waktu terakhir karena sesuatu hal yang tidak bisa aku jelaskan. Semakin aku stres, semakin aku kesusahan bernafas.  Mulailah aku mencari dokter THT terbaik yang ada di Banda Aceh, kota tempat tinggalku saat ini. Pencarian di Google membawaku ke halaman website seorang dokter THT bernama Dr. Iskandar Zulkarnaen. Rame sekali yang memberi review bagus kep...

Gimana Rasanya Kena Covid?

Aku sudah melakukan isolasi mandiri di rumah sejak tanggal 16 Oktober. Berarti hari ini, tepat 2 6 hari aku mendekam disini. Tidak ada siapa-siapa yang bisa aku temui. Tidak ada ngopi-ngopi cantik yang biasa aku lakukan dengan teman-temanku untuk melepas penat sehabis bekerja. Tidak ada lagi liburan singkat di akhir pekan. Tidak ada kerjaan menumpuk yang selalu harus kuselesaikan tepat waktu. Kini semuanya terasa asing bagiku. Aku bukan introvert yang suka menyendiri. Aku lebih suka keramaian, bersama orang-orang yang bisa kuajak bicara dan berdiskusi. Biasanya, selalu ada teman-teman yang bisa diajak pergi. Mereka akan bersedia hanya dengan satu kode di whatsapp group seperti, "lagi pada ngapain guys?", mereka langsung paham kalo itu adalah kode ajakan keluar. Dan ditambah lagi selalu ada saja kegiatan-kegiatan yang harus aku hadiri. Maklum lah, kegiatan pramuka itu, nggak ada habisnya. Selama 6 tahun lebih di kota ini, aku hampir tidak pernah berada di rumah kecuali untuk...

Menolak Lupa

Lihatlah saat ini, ketika teman se-kontrakan tengah sibuk nobar drama korea, aku malah memilih menyendiri dikamar ini. Menutup pintu serapat mungkin, lalu menguncinya, agar tak satupun bisa masuk lalu menggangu kesendirianku. Aku memang sedang tak ingin di ganggu. Aku ingin sendirian. Melepaskan semua beban yang sudah tak sanggup kupikul lagi. Aku lelah, sangat lelah. Aku berfikir dengan menangis aku akan merasa lega walau aku tau pada kenyataannya itu tak merubah apapun. Pikiranku masih saja membayangkan kejadian tempo hari, saat aku melihat kekasihku –mantan kekasihku, berdiri berhadapan dengan kekasihnya. Dari kejauhan aku dapat menangkap binar – binar bahagia dari wajahnya. Mereka tidak malu – malu mengubar kemesraan di depan umum. Dan lagi, walau dengan jarak sejauh itu, kedua telingaku masih mampu mendengar dia memanggil kekasihnya dengan sebutan ‘sayang’. Sebutan yang dulu adalah milikku. Sebutan yang kerap dia sebutkan ketika pagi hari aku terbangun dari...