Langsung ke konten utama

Day 1 : Describe Your Personality

Aku bukan orang baik. Tapi, aku juga nggak jahat. Seperti layaknya manusia pada umumnya, aku adalah orang yang biasa-biasa saja. Satu hal yang aku sadari adalah aku nggak bisa fake. Kalau aku tidak menyukai seseorang, kalian langsung bisa melihat itu dengan jelas dari wajahku. Aku tidak akan tersenyum palsu di depan orang yang tidak aku senangi. Aku tidak akan pura-pura bahagia ketika sedih dan tidak akan pura-pura ceria disaat badmood.

Aku suka berteman dengan siapa saja. Tapi sekali mereka menyakitiku, aku mungkin tidak bisa memaafkannya begitu saja. Jikapun bisa, kenangan buruk yang mereka buat tidak akan mudah untuk aku lupakan.

Aku juga mudah menyayangi seseorang. Entah itu pasangan atau teman. Sekali aku memilih punya hubungan, aku akan menyayangi mereka dengan tulus, dan percaya apapun yang mereka katakan. Aku tidak suka berburuk sangka. Aku menganggap semua orang tulus seperti rasa tulusku kepada mereka. Maka, sekali dikhianati, aku akan merasakan sakit yang luar biasa. Mudah sekali menyakitiku, bukan?

Aku juga kadang-kadang rela dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu. Orang-orang yang aku sayangi. Karena aku tau, kapanpun aku juga bisa memanfaatkan mereka. Bukankah kita berteman untuk saling memanfaatkan? Dalam konotasi positif tentunya.

Aku tipe orang yang terlihat kuat dari luar. Tipe cewek tomboy. Apa itu feminim? Aku bahkan nggak tau cara make-up yang benar. Aku cukup mengoleskan day cream dan sedikit lipstick atau lip cream saat akan berpergian. Pakai baju dan jilbab paling simple. Anti ribet-ribet club. Kalian tau? Aku bahkan bisa angkat galon air 25 liter dan memindahkan motor tanpa kuncinya di parkiran. Kurang strong apa coba? Nggak bermaksud nyombong, aku cuma memberikan gambaran bagaimana aku tidak feminimnya aku.

Tapi, apakah aku bangga menjadi tomboy? Tentu tidak. Ada saat-saat dimana aku ingin menjadi seperti cewek feminim. Aku ingin memakai pakaian yang terlihat anggun, ingin pakai heels dengan nyaman dan make-up yang proper. Tapi menyadari ketidakmampuanku akan itu, aku memilih menerima diriku apa adanya. Bukankah penerimaan terhadap diri sendiri adalah hal yang paling sulit dilakukan? So, proud of me because I do.

Aku suka membantu orang. Tapi nggak suka kalau dipaksa bantu. Aku akan bantu siapa saja selagi bisa. Tapi jangan paksa kalau aku bilang nggak. Siapapun nggak suka dipaksa, kan? Aku bahkan nggak suka pamrih kalau membantu orang. Jadi cukup, aku nggak akan mengorbankan diri sendiri untuk membantu hal-hal yang memberatkan aku. Dulu, aku mungkin begitu. Tapi sekarang aku lebih mengutamakan diri sendiri. Belajar mendengar diri sendiri. Aku ingin istirahat kalau aku capek, aku ingin tidur kalau aku ngantuk, aku nggak mau diajak ngopi kalau lagi pengen rebahan. Karena buat apa mengorbankan diri sendiri demi kepuasan orang lain?

Sebenarnya, awalnya aku tipe orang yang suka nggak enakan. Nggak enakan kalau menolak ajakan orang. Nggak enakan kalau bilang “nggak” tiap kali ada yang minta aku melakukan sesuatu. Tapi makin dewasa, aku semakin berpikir;

Kita tidak akan bisa memuaskan semua orang.

Bahkan, sebaik apapun kita, akan selalu ada orang-orang yang tidak puas dengan perlakuan kita terhadap mereka. Oleh karena itu, aku memilih memuaskan diri sendiri saja, dan orang-orang yang berarti untukku. Oh, tentu itu tidak egois. Egois dan self love itu hal yang beda.

Jadi, selagi bisa, sayangi diri sendiri dulu ya, teman-teman.

 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpisah di Bandara

  Kami berpelukan lama sekali, sebelum akhirnya memutuskan keluar dari pintu kamar dan menuju lobby hotel. Dengan ransel dipunggung belakang dan tas kecil di bahu kiri, aku melangkah disebelahnya menuju meja resepsionis. “Checkout kak”, kataku ke mba resepsionis. Oke sebentar saya cek ya, katanya merespon kami. “oke, atas nama Bapak Surya sudah selesai, terimakasih”, katanya ramah. Kami lalu meninggalkan hotel dan menuju rumah kost aku untuk menyimpan barang-barangku, lalu makan siang, dan kemudian berangkat mengantar dia ke bandara. Itulah makan siang terakhir kami sebelum dia kembali ke Tokyo, kota tempatnya bekerja. Aku melihat mukanya lamat-lamat. Aku memperhatikannya lama sekali, menikmati detik-detik terakhir bersamanya sedekat ini. Dan ketika dia sedang asik menikmati potongan paha ayamnya, aku menitikkan air mata lagi –entah untuk kali keberapa. Aku buru-buru menghapus air mata yang jatuh itu, takut dia menyadarinya. Tahun lalu, aku juga ditinggalkan saat dia pe...

Berobat ke Dokter THT

Orang-orang yang sudah lama mengenal aku pasti tau kalau aku sering kesusahan bernafas, apalagi saat cuaca dingin. Aku biasanya mengabaikan penyakit ini karena hanya kambuh beberapa hari saja. Tapi, minggu lalu aku memutuskan untuk pergi ke Praktek dokter THT atas paksaan seseorang (read: pacarku). Dia khawatir ketika tau aku harus bernafas pakai mulut karena hidungku sedang kekurangan fungsinya. Biasanya, penyakitku hanya kambuh ketika cuaca dingin. Tapi aku baru sadar ternyata penyakit itu juga kambuh saat aku sedang merasa stres, panik dan khawatir terhadap sesuatu. Kebetulan aku sedang mengalami anxiety yang parah beberapa waktu terakhir karena sesuatu hal yang tidak bisa aku jelaskan. Semakin aku stres, semakin aku kesusahan bernafas.  Mulailah aku mencari dokter THT terbaik yang ada di Banda Aceh, kota tempat tinggalku saat ini. Pencarian di Google membawaku ke halaman website seorang dokter THT bernama Dr. Iskandar Zulkarnaen. Rame sekali yang memberi review bagus kep...